Filsafat Stoa dalam Kehidupan Punakawan (Sanggit Ki Seno Nugroho)

Entah kenapa belakangan tren filsafat stoa atau stoicism sedang mencuat dan populer. Saya mau mengambil bagian dengan mengambil perspektif lain dalam memandang stoicism.

Hanung Muqiit
7 min readMay 24, 2022

Oiya! sebagai disclaimer, Artikel ini saya tulis sebenarnya untuk memberikan review terhadap buku “Filosofi Teras” dan beberapa webinar filsafat. akan tetapi, saya coba sajikan dengan interpretasi yang lebih praktikal dengan mengambil kisah pewayangan. Selain itu saya juga memiliki misi untuk melestarikan budaya Jawa (khususnya wayang) secara lebih populer.

Buku “Filosofi Teras” sebuah buku filsafat yang disajikan dengan bahasa populer kekinian. Bahkan sub judul buku ini adalah ‘Filsafat Yunani-Romawi Kuno Untuk Mental Tangguh Masa Kini’ yang tentu saja menjadi magnet tersendiri bagi calon pembaca yang memilih buku dengan melihat sampulnya. Tidak sulit menemukan buku ini di toko buku terdekat ataupun melalui platform belanja online. Pun telah menjadi buku best seller yang meraih sejumlah penghargaan.

sumber: Gramedia.com

Secara garis besar buku ini menyajikan teori praktis mengenai filsafat Stoa atau (Diistilahkan penulis dengan) filosofi Teras. Filsafat Stoa adalah filsafat yang lahir di masa yunani kuno dan terlestarikan oleh filsuf-filsuf Stoa dari satu generasi ke generasi diantaranya: Marcus Aurelius (Kaisar Romawi), Epictetus, Seneca, dan masih banyak lagi. Filsafat ini masih dipelajari hingga saat ini dan tidak sedikit yang menerapkannya dalam kehidupan.

Konsep utama dalam filsafat Stoa adalah keselarasan dengan alam. Penggunaan nalar dan rasio sebagai suatu hal yang membedakan kita dengan binatang sangat ditekankan sebagai upaya penyelarasan dengan alam. Sedangkan tujuan yang akan dicapai adalah ketenangan dalam hidup agar terbebas dari emosi negatif. Filsafat Stoa memiliki cara tersendiri untuk menghindari emosi dan pikiran yang negatif, yakni dengan dikotomi kendali. Manusia harus bisa memisahkan apa yang didalam kendalinya dan apa yang tidak berada dalam kendalinya., sehingga waktu kita tak akan terbuang sia sia dengan memikirkan hal yang diluar kendali kita.

Aplikasi filsafat Stoa dalam buku Filosofi Teras telah dijabarkan agar lebih mudah dipraktikkan. Konsep konsep dalam filsafat Stoa pun masih relevan untuk diterapkan. Setidaknya ada dua hal yang sudah saya terapkan dalam kehidupan saya. Pertama,menghilangkan kecemasan dan kekhawatiran berlebihan yang membuat diri saya berpikiran negatif. Kedua, berhati hati dengan kemungkinan terburuk serta memikirkan solusinya sedini mungkin agar lebih siap di masa depan.

Saya akan coba membuat pengantar variabel lain dalam artikel ini yaitu kehidupan Punakawan dalam sanggit Ki Seno Nugroho. Secara luas tidak ada perbedaan yang berarti mengenai kehidupan Punakawan pewayangan antara satu dalang dengan dalang lain. Namun sanggit/garap lakon Alm. Ki Seno Nugroho sangat khas dengan tokoh Punakawan, yang sampai saat ini masih digandrungi dan melimpah ruah refrensi video yang dapat kita tonton melalui youtube.

Sumber: Suara.com

Punakawan adalah pamong atau batur atau abdi dari ksatria kanan dalam pewayangan. Pengabdian ini berlangsung sejak zaman sebelum pandawa seperti Arjuna Sasrabahu, Ramayana, bahkan nenek moyang Pandawa juga dimomong oleh 4 tokoh Punakawan ini. Mereka adalah Semar (sebagai ayah), Gareng, Petruk, dan Bagong. Asal usul mereka berempat terlalu panjang untuk saya beberkan disini. Namun beberapa kondisi dan sifat dasar mereka akan saya jelaskan secara singkat

sumber: bimbelbrilian.com

Semar

Ia sejatinya adalah seorang dewa yang merupakan saudara kandung dari Sang Hyang Manikmaya/Batara Guru (raja para dewa). Semar bertugas sebagai pamong satria kanan yang berseberangan dengan Togog sebagai pamong kiri. Semar digambarkan sebagai seorang tua yang gemuk dan bungkuk. Bertempat tinggal di Karang Kadempel sebagai lurah. Kehidupannya serba bersahaja dan penuh pengabdian kepada tuan-tuannya.

Gareng

Adalah anak tertua Ki Lurah Semar (Bukan anak kandung. Gareng becirikan mata julig, kaki pincang, dan tangan ceko (melengkung). Perawakannya pun kecil dan pendek. Tutur katanya ringan dan tidak banyak cakap ketimbang saudaranya yang lain. Namun ia paling mudah tersulut emosi jika disinggung atau diganggu.

Petruk

Anak kedua dari Ki Lurah semar ini memiliki perawakan yang tinggi dengan ciri khas hidung yang panjang. Petruk sangat lihai dalam menari dan bernyanyi. Diantara saudaranya yang lain Ia yang paling bijak dan cerdas. Pribadinya pun menyenangkan, enerjik, dan penuh semangat.

Bagong

Sebagai anak bungsu pada umummnya (stereotip) Bagong tak jauh berbeda. Perawakannya yang gendut bola mata yang bulat menjadi ciri khasnya. Diantara Punakawan yang lain bagong memiliki watak sembrono dan sering bergurau. Cara berbicara bagong pun khas dengan mulut yang agak domble.

Dari empat Punakawan yang saya jelaskan diatas terdapat beberapa persamaan diantara mereka. Pertama, mereka memilki satu fragmen khusus dalam pagelaran wayang kulit yang bernama goro goro saat tengah malam. Fragmen ini khusus sebagai hiburan dengan menyajikan nyanyian nyanyian yang menghibur penonton. Kedua, meskipun abdi kesatria namun hidup mereka sarat akan kemelaratan dan kehidupan pedesaan.

Sanggit Lakon Ki Seno Nugroho memang banyak mengisahkan kehidupan Punakawan. Lakon lakon seperti Bagong kembar, Petruk Kembar, Semar Bangun Kayangan, Gareng Ratu dan sebagainya tidak sulit ditemukan di Youtube. Jika saya formulasikan sanggit ini dapat saya kelompokkan sebagai berikut

  • Dadi ratu (Menjadi Raja)

Merupakan lakon lumrah yang menggambarkan perjalanan seseorang menjadi raja. Kisah lakon Punakawan yang menjadi raja merupakan lakon yang diciptakan baru baru ini atau kreasi baru khususnya bagong ratu atau gareng dadi ratu. Ki Seno Nugroho menyanggit lakon jenis ini dengan memunculkan tokoh Punakawan sejak sore (sedari awal) yang sangat berbeda dengan wayangan gaya klasik. Lakon ini biasa ditampilkan dalam pentas peringatan ulang tahun daerah, atau hajat lain.

  • Mbangun (Membangun)

Lakon carangan yang populer dewasa ini. Lakon ini mengkisahkan mengenai hajat wayang unuk membangun sesuatu. Dalam sanggit Ki Seno Nugroho, lakon jenis ini kerap kali diminta dalam acara bersih desa. Beberapa hal yang dibangun antara lain Mbangun Kahyangan, Mbangun Deso, Mbangun Jiwo, Mbangun SPBU, Mbangun Terminal dan lain lain. Tokoh yang membangun pun bisa siapa saja termasuk salah satu dari para Punakawan.

  • Kembar

Lakon yang mengkisahkan seorang tokoh yang ditiru oleh tokoh lain. Sanggit Ki Seno Nugroho dalam bentuk ini pun sangat unik dan lucu. Beberapa diantaranya Petruk Kembar 4 dan Bagong Kembar.

  • Pandito

Lakon yang menggambarkan Punakawan menjadi pandito atau guru pertapa. Lakon ini bisanya memakai wayang Punakawan khusus yang memakai pakaian pandita. Lakon ini mengkisahkan kedigdayaan Punakawan sampai menjadi seorang guru bagi kesatria dalam waktu yang singkat dan terbatas.

  • Wahyu

Lakon yang mengkisahkan turunnya wahyu/ kanugrahan. Dalam sanggit Ki Seno Nugroho lakon jenis ini biasanya memakai tokoh Punakawan sebagai perantara turunnya wahyu.

  • Takon bapa

Lakon yang mengkisahkan Punakawan mencari ayahnya. Mengingat semar merupakan ayah angkat dari para Punakawan.

Selain dari bentuk diatas mungkin ada beberapa jenis lakon lain yang belum saya sebutkan seperti lakon geculan/spontanitas. Namun 6 bentuk diatas adalah bentuk paling populer dari sanggit Punakawan Ki Seno Nugroho.

Lantas menuju poin analisis saya mengenai filsafat Stoa dalam kehidupan Punakawan.

sumber: iqra.id

Seperti yang saya jelaskan diatas bahwa Punakawan mempunyai kehidupan yang melarat dan miskin namun hal ini tidak membuat mereka mengeluh ataupun insecure (bahasa anak sekarang) dikarenakan sifat narimo ing pandum yang mereka miliki. Sifat ini digambarkan dengan pitutur yang menyampaikan “Tidak apa apa hidup sebagai orang miskin, karena lebih baik hidup seperti ini dengan bahagia daripada hidup kaya raya tapi hatinya tidak tenteram” dari sini kita telah dapat menarik persamaan antara filsafat Stoa dengan kehidupan Punakawan. Dimana filsafat Stoa sangat menekankan kita untuk berfokus kepada hal hal yang berada dalam kendali manusia. Hal hal yang dapat dikendalikan ini termasuk pikiran dan persepsi kita terhadap sesuatu. Punakawan mampu melepas persepsi negatif mereka terhadap kondisi mereka sendiri. Kebanyakan orang yang kurang mampu secara finansial akan mengeluhkan betapa buruknya kehidupan mereka dengan berfikir bahwa kehidupannya tidak bahagia karena jatuh dalam kemiskinan. Namun Punakawan mencontohkan perubahan pemikiran dengan membuka sudut pandang lain terhadap kondisi mereka.

Lantas mengapa hal ini disorot dan menjadi penting? Mengingat Punakawan adalah abdi kesatria ataupun raja sudah barang tentu Punakawan bisa mensejahterakan kehidupannya dengan meminta harta kekayaan kerajaan yang banyak tanpa perlu hidup melarat. Namun mereka sadar bahwa kerakusan hanya akan menenggelamkan mereka kedalam masalah hidup yang lebih buruk. Mengubah pandangan mengenai kehidupan yang bersahaja seperti ini mampu membetengi diri kita dari sifat tamak dan rakus.

Cara berpikir positif yang seperti ini tidak tidak hanya cara Punakawan memandang hidup, beberapa perilaku mereka digambarkan demikian pula. Seperti ketika menantang raja atau utusannya dalam pertemuan kerajaan, Bagong sebagai tokoh yang vokal dalam membela kepentingannya hanya tertuju kepada apa yang bisa dia ucapkan, dia mengontrol apa yang berada dalam kendalinya yakni usaha untuk meyakinkan seorang raja untuk mencapai tujuan yang dia inginkan. Perkara ada yang marah ataupun mengamuk karena ucapannya, dia tidak habis pikir dan menjadikan keputusan yang ia tentukan menjadi tegas dan jelas tanpa keragu-raguan. Cara pikir seperti ini sangat relevan dengan metode dikotomi kendali yang ditawarkan oleh filsafat Stoa. Hal ini dapat digunakan untuk menyingkirkan kekhawatiran yang berlebih serta kekurangpercayadirian seseorang terhadap hal yang dapat dilakukannya. Karena di masa kini banyak orang yang meremehkan kemampuannya dengan terlalu sibuk untuk memikirkan apa yang orang lain katakan terhadap kita.

konsep premeditatio malorum yang dalam filsafat Stoa merupakan metode melatih diri untuk menderita atau hanya sekedar memikirkannya. Hal ini bertujuan untuk antisipasi di masa depan agar lebih siap. Dalam beberapa titik, saya temukan konsep ini dalam kehidupan Punakawan. Mereka selalu membayangkan kemungkinan terburuk yang terjadi di masa depan, namun alih alih cemas dengan prediksi tersebut, mereka (biasanya bagong) menceletukkan solusi paling gila yang ia miliki agar lebih tenang dan santai.

Dalam deteksi saya, masih banyak hal yang bisa saya sampaikan mengenai hal ini, namun karena beberapa hal membatasi saya untuk bisa menjelaskan lebih banyak. Mungkin jika anda menginginkan pembahasan lanjutan mengenai hal ini anda bisa request di kolom komentar di bawah.

Terimakasih.

Kita lebih menderita dalam imajinasi kita daripada kenyataanya

-Seneca (Letter)

--

--